PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. PENGERTIAN PRODUKSI
Pengertian produksi menurut para ekonomi muslim kontemporer.1. Karf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.2. Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi produksi secaraa merata)3. Al Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.Dalam definisi-definisi tersebut diatas terlihat sekali bahwa kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi islam padaa akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, meskipun definisi-definisi tersebut berusaha mengelaborasi dari perspektif yang berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan Produksi adalah proses mencari, mengelokasikan dan menolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan maslahah bagi manusia.
B. PRODUKSI DALAM PANDANGAN ISLAM
Prinsip dasar ekonomi islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb dari alam semesta. Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut Rabb semesta alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasikan keuntungan dunia, tetapi lebih penting memaksimalisasikan keuntungan akhirat.
Bagi islam memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendriri atau dijual kepasar, karena dua motif tersebut hanya terbatas pada kegiatan ekonomi. Namun, islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial. Ini tercermin dalam QS. Al-Hadiid (57):7
“berimanlah kamu kepada ALLAH SWT dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang ALLAH SWT telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan nafkahkanlah (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
Melalui dasar inilah, kegiatan produksi harus bergerak diatas dua garis optimalisasi. Tingkat optimal pertama adalah mengutamakan berfungsinya sumberdaya insani kearah pencapaian kendisi full employment, dimana setiap orang bekerja dan mengasilkan suatu karya kecuali mereka yang seperti ‘udzur syar’i seperti sakit dan lumpuh. Optimalisasi berikutnya adalah dalam hal memproduksi kebutuhan primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat) secara proposional.
C. PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM
Produksi merujuk kepada proses yang mentransformasikan input mejadi output. Segala jenis input yang masuk dalam proses produksi untuk menghasilkan output disebut faktor produksi. Ilmu ekonomi menggolongkan faktor produksi ke dalam capital (termaksud dilamnya itu Tanah, gedung, mesin, dan inventori/persediaan), material (bahan baku dan pendukung, yakni semua yang dibeli perusahan untuk menghasilkan output termaksud listrik, air dan bahan baku produksi), serta manusia (labor).
Menurut Yusuf Qardhawi, faktor produksi yang utama menurut Al-Qur’an adalah alam dan kerja manusia. Dan ilmu adalah faktor produksi terpenting ketiga dalam pandangan islam.
Manusia sebagai faktor produksi yang memegang peranan penting, dalam pandangan islam, konteks fungsi manusia secara umum yakni sebagai khafilah ALLAH SWT dimuka bumi. Sebagai makhluk ALLAH SWT yang paling sempurna, manusia memiliki unsur rohani dan unsur materi, yang keduanya saling melengkapi. Al-Qur’an dan Hadist Rasullah SAW memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut :
1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah ALLAH SWT adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa yang ada di antara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya kepada manusia. Karena sifatnya tersebut juga harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit dan segala isinya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan kepada penelitian, eksperimen, dan perhitungan.
3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda: “kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar